Pencanangan Sejumlah Proyek Migas
Nyaris Tak Terdengar Lagi
Oleh : Junaidi
Balikpapan,Harapanbaru. Masih melekat diingatan walau sudah berlalu sekitar lima tahun silam, sebut ketika itu Presiden Republik Indonesia tahun 2003 Megawati Soekarno Putri mencanangkan 10 proyek migas yang terdiri dari: (1) Proyek Pengembangan dan Pemanfaatan Gas di Sumatera Selatan senilai 343 juta dolar AS, (2) Proyek Natural Gas Liquid Plaju Sumatera Selatan senilai 100 juta dolar AS, (3) Proyek Langit Biru Kilang UP IV Cilacap senilai 99,34 juta dolar AS, (4) Proyek Revamping Kilang UP VI Balongan senilai 39,57 juta dolar AS, (5) Proyek Flare Gas Dan Hydrogen Recovery System (NEDO) Kilang UP V Balikpapan senilai 18,65 juta dolar AS, (6) Proyek Modernisasi Lub Oil Blendig Plant (LOBP) Surabaya senilai 14,06 juta dolar AS, (7) Pembangunan Depo Cikampek senilai 6,60 juta dolar AS, (8) Proyek Pembangunan Terminal Transit Utama Tuban Dan Pipanisasi Jawa Timur senilai 81,25 juta dolar AS, (9) Proyek Pengadaan Dua Tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) 260.000 DWT (Korea Selatan) dan Empat Tanker 3.500, 6.500 dan 30.000 DWT (Indonesia) senilai 182,04 juta dolar AS, dan (10) Pipa Gas Sumatra Selatan - Jawa Barat milik PT PGN senilai 485 juta dolar AS. Namun sampai saat ini pencangan proyek tersebut tak terdengar lagi bahkan seperti ditelan bumi.
Sepuluh proyek migas yang dicanangkan tersebut merupakan proyek yang dapat meningkatan taraf hidup masyarakat khususnya penduduk di sekitar proyek sekaligus mampu mendorong pertumbuhan sentra ekonomi didaerah. Bahkan pencanangan proyek ketika itu mendapat julukan sebagai lokomotif perekonomian yang dapat membangkitkan multiplier effect terhadap perbaikan ekonomi Indonesia.
Sementara diluar 10 proyek tersebut ada 4 proyek lainnya mendapat peresmian oleh Presiden RI saat itu terdiri dari: (1) Proyek kompresi gas Tunu Kaltim milik Total E&P Indonesie senilai 551 juta dolar AS, (2) Pembangunan LPG Plant Limau Timur Pertamina DOH Sumatera Bagian Selatan senilai 31 juta dolar AS, (2) Pembangunan LPG Plant Cemara senilai 7,50 juta dolar AS, (3) CO2 Removal Subang senilai 17 juta dolar AS dan (4) Proyek Pembangunan Natural Gas Liquid (NGL) Plaju Sumatera Selatan dan menurutnya adalah; momentum yang membuktikan bahwa iklim investasi di sub sektor migas masih mendapat kepercayaan yang cukup signifikan dari para investor, tetapi faktanya produksi yang dicapai justru bukan prioritas untuk perbaikan ekonomi masyarakat tetapi justru menjadi perebutan dipihak pemerintah melalui Dana Bagi Hasil (DBH) produksi, fakta lainya tidak didahulukannya amanat Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia sebagai perioritas utama.
Kepentingan bisnis masih terkesan sangat kontras, perebutan dana bagi hasil antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah penghasil saling menetapkan prosentase bagian masing-masing dengan mengatasnamakan kemakmuran rakyat dan pembangunan masyarakat. Masyarakat diperankan sebagai objek dalam kepentingan mencapai tujuan, termasuk peristiwa kenaikan harga minyak dunia, sejumlah harga subsidi dicabut dengan berbagai pertimbangan, masyarakat secara tidak langsung dilibatkan menanggung kesulitan mengatasi melonjaknya harga minyak mentah dunia. Gejolak pun tak terelakkan, demonstrasi terjadi dimana-mana yang menunjukaan bentuk aspirasi penolakan atas kenaikan Bahan Bakar Minyak(BBM) mengalami kenaikan beberapa kali pada beberapa waktu lalu dalam setahun. Pendidikan masyarakat tentang migas diperkirakan sudah tamat meskipun diketahui karena migas adalah awal pemenuhan kebutuhan masyarakat tetapi masyarakat akan berhenti menjadi korban akibat aktifitas proyek minyak dan gas bumi di Indonesia seperti tak terkendalinya luapan lumpur panas proyek migas di Jawa Timur yang sangat menyengsarakan kehidupan rakyat banyak di Indonesia yang diduga sebagai pertimbangan bagi pemerintah atas sejumlah proyek migas yang telah dicanangkan tersebut nyaris tak terdengar lagi.
Nyaris Tak Terdengar Lagi
Oleh : Junaidi
Balikpapan,Harapanbaru. Masih melekat diingatan walau sudah berlalu sekitar lima tahun silam, sebut ketika itu Presiden Republik Indonesia tahun 2003 Megawati Soekarno Putri mencanangkan 10 proyek migas yang terdiri dari: (1) Proyek Pengembangan dan Pemanfaatan Gas di Sumatera Selatan senilai 343 juta dolar AS, (2) Proyek Natural Gas Liquid Plaju Sumatera Selatan senilai 100 juta dolar AS, (3) Proyek Langit Biru Kilang UP IV Cilacap senilai 99,34 juta dolar AS, (4) Proyek Revamping Kilang UP VI Balongan senilai 39,57 juta dolar AS, (5) Proyek Flare Gas Dan Hydrogen Recovery System (NEDO) Kilang UP V Balikpapan senilai 18,65 juta dolar AS, (6) Proyek Modernisasi Lub Oil Blendig Plant (LOBP) Surabaya senilai 14,06 juta dolar AS, (7) Pembangunan Depo Cikampek senilai 6,60 juta dolar AS, (8) Proyek Pembangunan Terminal Transit Utama Tuban Dan Pipanisasi Jawa Timur senilai 81,25 juta dolar AS, (9) Proyek Pengadaan Dua Tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) 260.000 DWT (Korea Selatan) dan Empat Tanker 3.500, 6.500 dan 30.000 DWT (Indonesia) senilai 182,04 juta dolar AS, dan (10) Pipa Gas Sumatra Selatan - Jawa Barat milik PT PGN senilai 485 juta dolar AS. Namun sampai saat ini pencangan proyek tersebut tak terdengar lagi bahkan seperti ditelan bumi.
Sepuluh proyek migas yang dicanangkan tersebut merupakan proyek yang dapat meningkatan taraf hidup masyarakat khususnya penduduk di sekitar proyek sekaligus mampu mendorong pertumbuhan sentra ekonomi didaerah. Bahkan pencanangan proyek ketika itu mendapat julukan sebagai lokomotif perekonomian yang dapat membangkitkan multiplier effect terhadap perbaikan ekonomi Indonesia.
Sementara diluar 10 proyek tersebut ada 4 proyek lainnya mendapat peresmian oleh Presiden RI saat itu terdiri dari: (1) Proyek kompresi gas Tunu Kaltim milik Total E&P Indonesie senilai 551 juta dolar AS, (2) Pembangunan LPG Plant Limau Timur Pertamina DOH Sumatera Bagian Selatan senilai 31 juta dolar AS, (2) Pembangunan LPG Plant Cemara senilai 7,50 juta dolar AS, (3) CO2 Removal Subang senilai 17 juta dolar AS dan (4) Proyek Pembangunan Natural Gas Liquid (NGL) Plaju Sumatera Selatan dan menurutnya adalah; momentum yang membuktikan bahwa iklim investasi di sub sektor migas masih mendapat kepercayaan yang cukup signifikan dari para investor, tetapi faktanya produksi yang dicapai justru bukan prioritas untuk perbaikan ekonomi masyarakat tetapi justru menjadi perebutan dipihak pemerintah melalui Dana Bagi Hasil (DBH) produksi, fakta lainya tidak didahulukannya amanat Undang-Undang Dasar 1945 bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat Indonesia sebagai perioritas utama.
Kepentingan bisnis masih terkesan sangat kontras, perebutan dana bagi hasil antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah penghasil saling menetapkan prosentase bagian masing-masing dengan mengatasnamakan kemakmuran rakyat dan pembangunan masyarakat. Masyarakat diperankan sebagai objek dalam kepentingan mencapai tujuan, termasuk peristiwa kenaikan harga minyak dunia, sejumlah harga subsidi dicabut dengan berbagai pertimbangan, masyarakat secara tidak langsung dilibatkan menanggung kesulitan mengatasi melonjaknya harga minyak mentah dunia. Gejolak pun tak terelakkan, demonstrasi terjadi dimana-mana yang menunjukaan bentuk aspirasi penolakan atas kenaikan Bahan Bakar Minyak(BBM) mengalami kenaikan beberapa kali pada beberapa waktu lalu dalam setahun. Pendidikan masyarakat tentang migas diperkirakan sudah tamat meskipun diketahui karena migas adalah awal pemenuhan kebutuhan masyarakat tetapi masyarakat akan berhenti menjadi korban akibat aktifitas proyek minyak dan gas bumi di Indonesia seperti tak terkendalinya luapan lumpur panas proyek migas di Jawa Timur yang sangat menyengsarakan kehidupan rakyat banyak di Indonesia yang diduga sebagai pertimbangan bagi pemerintah atas sejumlah proyek migas yang telah dicanangkan tersebut nyaris tak terdengar lagi.
Comments