Indonesia Harus Pertahankan Investor Migas
Oleh: Junaidi
Hengkangnya beberapa Investor migas dari Indonesia diyakini karena berbelit-belitnya birokrasi Pemerintah yang dihadapi oleh para investor dalam melakukan pengajuan Izin kegiatan usaha dan investasi dalam dunia industri migas. Meski diketahui kondisi dan cadangan minyak dan gas di Indonesia masih menjanjikan sekitar 3,7 miliar barel. Akan tetapi Masalah energi dan tantangan masa depan Indonesia sangat bertumpu pada birokrasi yang ada.
Cadangan energi primer Indonesia diyakini masih cukup, walau tak sebesar yang diduga. Tetapi proses birokrasi yang panjang dan sangat berbelit-belit serta kentalnya budaya korupsi dan kolusi membuat masalah energi di Negeri ini makin carut marut. Beberapa sumber informasi yang dihimpun telah menyebutkan Banyaknya investor yang sudah hengkang ke Vietnam dan Malaysia, salah satu akibatnya karena masalah perizinan di Indonesia yang panjang dan harus ditebus mahal. Selain itu, hampir semua birokrasi berkonotasi uang alias suap.“Belum lagi ditambah dengan tumpang tindih nya berbagai kebijakan pusat dan daerah yang saling bertentangan. Semua itu diyakini telah dialami oleh para investor migas asing yang menanamkam investasinya dinegeri ini.Tertutama ketika lahirnya Undang-Undang No.22/2001 tentang Migas, semua harus dilakukan oleh investor sendiri.
Dan kondisi tersebut menyebabkan investor kesulitan menembus birokrasi yang panjang dan dinilai sangat mahal, salah satu fakta disebutkan adalah masalah investasi migas di Sumatera Selatan (Sumsel), Riau dan Sumatera Utara (Sumut) hingga kini tak kunjung selesai terkait masalah perizinan yang panjang dan berliku, diperparah lagi hadirnya era otonomi daerah (otoda) turut menambah masalah dan memperpanjang birokrasi kian kusut dan carut marut. Sehingga investor tak tahan dan memilih mengalihkan investasinya ke luar negeri seperti Vietnam dan Malaysia.
Seharusnya dengan kondisi bangsa yang kian memperihatinkan akibat krisis moneter ekonomi yang berkepanjangan dan pesatnya kenaikan harga minyak dunia yang terus meningkat serta semakin tingginya angka korban pemutusan hubungan kerja (PHK) didalam negeri, Pemeritah pusat dan daerah semestinya bisa lebih proaktif dengan mempermudah pelayanan dan perizinan bagi Investor migas yang siap menanam investasinya. Sebab apa jadinya jika semua investor memilih menanamkan investasinya diluar negeri selain di Indonesia, walaupun di negeri ini diketahui cadangan minyak dan gas tersedia hanya untuk kurun waktu puluhan tahun saja.
Selain itu, terjadinya polemik yang berkepanjangan serta politisasi dalam dunia minyak dan gas di tanah air seperti; terjadinya musibah bencana semburan lumpur panas bersamaan aktvitas perusahaan migas PT Lapindo Brantas di Porong Sidoarjo 26 Mei 2006 lalu, lumpur panas menyembur pertama kalinya di Desa Siring, Porong, Sidoarjo Jawa Timur dikaitkan sebagai Semburan yang merupakan fenomena “mud volcano” (gunung lumpur) terbesar di dunia , pertama kali keluar di Desa Siring yang berjarak 200 meter dari lokasi pengeboran sumur di Desa Ronokenongo Mei 2006. fenomena tersebut juga dinilai sebagai magma panas bumi yang bisa berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun, menjadikan alasan kehati-hatian bagi pemerintah dalam memberikan perizinan bagi investor migas untuk mengembangkan usaha eksploitasi dan pengeboran minyak dan gas. Akan tetapi jika seterusnya Pemerintah dan birokrasinya bertahan dengan perinsip yang demikian, maka kelesuan investasi migas dalam negeri semakin memburuk dan dapat mempengaruhi besarnya import minyak dari luar negeri sebagai akibat tidak tercukupinya bahan baku minyak mentah bagi kilang minyak yang ada karena lesunya aktivitas kontraktor migas.
Lesunya kegiatan investasi migas didalam negeri karena tak mampu beroperasi akibat rumitnya perizinan yang dihadapi serta panjangnya birokrasi Peemrintah merupakan ancaman terbaru bagi Indonesia jika investor migas memilih hengkang dan berinvestasi keluar negeri karena rumitnya birokrasi di tanah air. Disarankan kepada Pemerintah pusat dan daerah sebaiknya mempertahankan investor migas dengan memberikan pelayanan yang baik sehingga ketersedian energi minyak dan gas didalam negeri tetap tersedia dengan melakukan upaya peningkatkan produksi, tanpa mengabaikan managemen bencana yang juga terus melanda negeri ini. Dan dari berbagai temuan cadangan minyak dan gas di Indonesia, masing-masing kontraktor migas telah melaporkan bahwa Kontraktor Migas yang ada dibawah BPMIGAS masih mendominasi penemuan eksplorasi migas seperti Chevron menemukan minyak di on shore Sumatra Tengah melalui sumur Kelok Northeast-1 dengan hasil uji produksi 588 BOPD.
Sementara itu CNOOC menemukan minyak melalui sumur eksplorasi Delima-1 dan Taskia-1 yang keduanya berada di off shore Jawa Barat, Petrochina menemukan struktur gas di North Arar-1, Blok Kepala Burung, Papua.
Premier berkontribusi juga melalui penemuan minyak, gas dan kondensat melalui sumur Lembu Peteng-1 dan gas dari sumur Macan Tutul-1, yang keduanya berada di blok off shore Natuna Barat. Masih di blok ini, Star Energy menemukan cadangan gas melalui sumur Lukah-1 dengan hasil uji produksi 19.7 MMSCFPD dan kondensat 2.8 BCPD.
Bertetangga dengan blok ini, Genting Oil (Sanyen) menemukan cadangan gas dan kondensat melalui sumur eksplorasi Abambas-1 dengan hasil uji produksi 15.6 MMSCFPD dan 488 BCPD.Di off shore Kalimantan Timur, Total Indonesie membukukan cadangan gas baru dari sumur eksplorasinya Great Sisi Nort,h-1 dan Tuna Great South-1, sedangkan Vico di blok on shore-nya menemukan gas melalui sumur eksplorasi Mutiara East Flank-1. Kemudian di off shore Jawa Timur Santos berhasil menemukan cadangan gas barunya melalui pengeboran sumur Wortel-1.Kontraktor nasional ada juga yang mencatatkan hasil 3 penemuan eksplorasinya berupa minyak dan gas, masing-masing dari sumur MSCN-1, MSDR-1 dan MSED-1 dari blok onshore Sumatra Tengah. Dari keseluruhan temuan minyak dan gas yang ada dilapangan tersebut merupakan bukti nyata iklim investasi migas di Indonesia masih memberikan harapan yang signifikant, sekaligus mampu meningkatkan perekonomian bangsa Indonesia.
Comments